Kami pernah memelihara anjing West Highland Terrier selama beberapa tahun. Anjing kecil jenis “Westie” ini sangat kuat dan dibiakkan untuk memburu musang sampai ke dalam liangnya serta menangkap “mangsa” di sarangnya. Meski merupakan turunan kesekian dari generasi pertamanya, anjing Westie kami masih memiliki naluri asal setelah melalui pembiakan bertahun-tahun. Pada suatu waktu, anjing kami sangat terobsesi dengan “makhluk” yang ada di bawah batu di kebun belakang kami. Tidak ada yang dapat mengalihkan perhatian anjing itu. Anjing kami terus menggali dan menggali sampai kedalaman beberapa meter di bawah batu itu.
Di halaman belakang rumah kami, ada pohon ceri yang dahulu menjulang gagah tetapi sekarang hampir mati. Saya memanggil ahli tanaman untuk memeriksa pohon itu. Ia mengatakan bahwa pohon itu “terlalu stres” dan membutuhkan pemeliharaan khusus segera. “Bukan cuma kamu,” gumam istri saya, Carolyn, pada pohon itu sembari berlalu. Masa-masa itu memang terasa begitu melelahkan baginya.
Ikan trout besar berwarna cokelat mulai bersarang dan bertelur di Sungai Owyhee, Oregon pada musim gugur. Ikan-ikan itu menggali dasar sungai yang dangkal dan berbatu untuk membuat sarang di sana.
Pendeta dan penulis Erwin Lutzer bercerita tentang pertemuan Art Linkletter, seorang pembawa acara televisi, dengan seorang anak kecil yang sedang melukis gambar Allah. Linkletter yang kebingungan berkata, “Kamu takkan bisa menggambarnya karena tidak ada yang tahu seperti apa Allah itu.”
John Newton menulis, “Jika saat pulang, aku bertemu seorang anak yang kehilangan sekeping uang logamnya, dan jika dengan memberi anak itu sekeping uang lagi, aku bisa menghapus air matanya, aku merasa telah melakukan sesuatu. Aku senang melakukan hal-hal yang hebat; tetapi aku tak akan mengabaikan tindakan sederhana tadi.”
Setiap dari kita adalah karya orisinal Allah. Tidak ada laki-laki atau perempuan yang menciptakan diri mereka sendiri. Tidak ada orang yang dengan sendirinya memiliki bakat, ketenaran, atau kepintaran. Allah menciptakan sendiri setiap dari kita. Dia merancang kita dan membentuk kita dari kasih-Nya yang tak terucapkan.
Saya ingat wajah ayah saya. Sulit ditebak. Ia seorang pria yang baik, tabah, dan mandiri. Sebagai anak, saya sering memperhatikan wajahnya, mencari senyuman, atau sesuatu yang menunjukkan kasihnya. Wajah menunjukkan diri kita. Kerutan di dahi, wajah yang muram, sebaris senyuman, dan mata yang meringis menunjukkan apa yang kita rasakan tentang orang lain. Wajah kita menunjukkan “cerita” kita.
Teman saya, Norm Cook, terkadang memberikan kejutan untuk keluarganya ketika ia tiba di rumah sepulang kerja. Ia masuk dari pintu depan, dan berteriak, “Kalian diampuni!” Itu bukan karena anggota keluarganya telah berbuat salah kepadanya dan membutuhkan pengampunannya. Ia bermaksud mengingatkan mereka bahwa meskipun mereka pasti dan telah berbuat dosa di sepanjang hari, mereka diampuni sepenuhnya oleh anugerah Allah.
Suatu hari bertahun-tahun lalu, saya dan anak-anak saya sedang berbaring di halaman sambil melihat awan yang melayang. “Ayah,” kata salah satu anak saya, “mengapa awan itu melayang?” “Begini, Nak,” jawab saya, sambil bermaksud menunjukkan kepadanya pengetahuan saya yang sangat luas. Namun, seketika itu juga saya terdiam. “Maaf, Ayah tidak tahu,” jawab saya kemudian, “tetapi Ayah akan mencarikanmu jawabannya.”